Thursday, June 16, 2016

Budaya, Makanan dan Ciri Khas Kota Sumbawa




Sejarah Pulau Sumbawa

Pulau Sumbawa merupakan salah satu pulau terbesar di Provinsi NTB yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 1958. Secara geografis pulau Sumbawa terletak antara 116’ ; 42’ sampai 119 ; 05’ bujur Timur dan 80 ; 00 sampai 90 ; 71 Lintang Selatan, dibatasi di sebelah Utara oleh Laut Flores, di sebelah Selatan Samudra Hindia (Indonesia), disebelah Barat oleh Selat Alas dan sebelah Timur oleh Selat Sape. Sebelum digabungkan dengan Pulau Lombok menjadi satu provinsi NTB, pulau Sumbawa merupakan salah satu bagian dari Provinsi Nusa Tenggara yang sebelum tahun 1950 bernama Provinsi Sunda Kecil, bersama dengan pulau Bali, Lombok, Sumba, Flores dan Timor Kepulauannya.
Ditinjau dari segi sejarah, di pulau Sumbawa sejak 500 tahun yang lalu telah berjalan pemerintahan kerajaan yang berkesinambungan dari abad 14 sampai dengan abad 20, yaitu Kerajaan Bima, Dompu, dan Sumbawa. Masing-masing kerajaan mempunyai kesatuan pemerintahan Adat dan perangkatnya dan wilayah kekuasaannya meliputi batas wilayah Kabupaten sekarang ini. Kerajaan-kerajaan yang pernah ada di pulau Sumbawa adalah kerajaan Pekat dan Tambora, hilang setelah meletusnya Gunung Tambora pada tahun 1814 dan Kerajaan Sanggar digabungkan ke Kerajaan Bima pada tahun 1929, sebagai ganti daerah Manggarai di Flores yang dimasukkan ke wilayah Pulau Flores.

Bahasa Pulau Sumbawa
Bahasa Sumbawa atau Basa Samawa adalah bahasa yang dituturkan di bekas wilayah Kesultanan Sumbawa, yaitu wilayah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat. Jumlah penuturnya sekitar 300.000 orang (1989). Dari segi linguistik, bahasa Sumbawa serumpun dengan bahasa Sasak. Kedua bahasa ini merupakan kelompok dalam rumpun bahasa Bali-Sasak-Sumbawa, yang pada gilirannya termasuk dalam satu kelompok “Utara dan Timur” dalam kelompok Melayu-Sumbawa.
Dalam Bahasa Sumbawa, dikenal beberapa dialek regional atau variasi bahasa berdasarkan daerah penyebarannya, diantaranya dialek Samawa, Baturotok atau Batulante, dan dialek-dialek lain yang dipakai di daerah pegunungan Ropang, seperti Labangkar, Lawen, serta penduduk disebelah selatan Lunyuk, selain juga terdapat dialek Taliwang, Jereweh, dan dialek Tongo. Dalam dialek-dialek regional tersebut masih terdapat sejumlah variasi dialek regional yang dipakai oleh komunitas tertentu yang menandai bahwa betapa Suku Sumbawa ini terdiri atas berbagai macam leluhur etnik, misalnya dialek Taliwang yang diucapkan oleh penutur di Labuhan Lalar keturunan etnik Bajau sangat berbeda dengan dialek Taliwang yang diucapkan oleh komunitas masyarakat di Kampung Sampir yang merupakan keturunan etnik Mandar, Bugis, dan Makassar.
Interaksi sosial yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat Sumbawa menuntut hadirnya bahasa yang mampu menjembatani segala kepentingan mereka, konsekuensinya kelompok masyarakat yang relatif lebih maju akan cenderung memengaruhi kelompok masyarakat yang berada pada strata dibawahnya, maka bahasa pun mengalir dan menyebar selaras dengan perkembangan budaya mereka. Dialek Samawa atau dialek Sumbawa Besar yang cikal bakalnya berasal dari dialek Seran, semenjak kekuasaan raja-raja Islam di Kesultanan Sumbawa hingga sekarang dipelajari oleh semua kelompok masyarakat Sumbawa sebagai jembatan komunikasi mereka, sehingga dialek Samawa secara otomatis menempati posisi sebagai dialek standar dalam Bahasa Sumbawa, artinya variasi sosial atau regional suatu bahasa yang telah diterima sebagai standar bahasa dan mewakili dialek-dialek regional lain yang berada dalam Bahasa Sumbawa.
Sebagai bahasa yang dominan dipakai oleh kelompok-kelompok sosial di Sumbawa, maka Basa Samawa tidak hanya diterima sebagai bahasa pemersatu antaretnik penghuni bekas Kesultanan Sumbawa saja, melainkan juga berguna sebagai media yang memperlancar kebudayaan daerah yang didukung oleh sebagian besar pemakainya, dan dipakai sebagai bahasa percakapan sehari-hari dalam kalangan elit politik, sosial, dan ekonomi, akibatnya basa Samawa berkembang dengan mendapat kata-kata serapan dari bahasa asal etnik para penuturnya, yakni etnik Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bima, Sulawesi (Bugis, Makassar, Mandar), Sumatera (Padang dan Palembang), Kalimantan (Banjarmasin), Cina (Tolkin dan Tartar) serta Arab, bahkan pada masa penjajahan basa Samawa juga menyerap kosa kata asing yang berasal dari Portugis, Belanda, dan Jepang sehingga basa Samawa kini telah diterima sebagai bahasa yang menunjukkan tingkat kemapanan yang relatif tinggi dalam pembahasan bahasa-bahasa daerah.

Kebudayaan dan Kesenian Pulau Sumbawa

1. Upacara Nyorong
Upacara Nyorong merupakan salah satu prosesi pernikahan putra-putri Sumbawa (Tau Samawa) Nusa Tenggara Barat. Upacara nyorong ini dilaksanakan setelah bakatoan (lamaran). Pihak laki-laki diterima oleh orangtua si wanita yang kemudian diteruskan dengan cara basaputis (memutuskan). Di dalam acara basaputis inilah ditentukan hari-hari baik untuk melaksanakan acara nyorong dalam sebuah prosesi pernikahan masyarakat Samawa. Disini Tau Samawa hanya mengenal istilah nyorong, meliputi barang yang diantar, orang yang mengantar dan pihak yang menerima.

2. Musik Tradisonal
Musik tradisional Sumbawa merupakan musik ritmis atau musik yang aksentuasinya lebih pada irama, bukanlah musik melodius. Dalam Musik Etnik Sumbawa tidak terdapat gamelan, seperti musik daerah Bali, Lombok maupun Jawa. Gamelan bagi daerah-daerah tersebut selain berfungsi sebagai pembawa melodi (alunan), juga sebagai ‘roh’ musik, berbanding terbalik dengan Musik Tradisional Sumbawa yang  alat  musik  utamanya  justru  adalah genang (gendang) yang berfungsi sebagai pembawa ritme atau pemimpin irama. Sebagai sebuah musik ritmis, Musik Daerah Sumbawa kaya dengan irama yang terwakilkan dalam temung (jenis pukulan), baik temung yang terdapat pada genang, rebana, palompong, dsb. Dalam Musik Tradisional Sumbawa, keberadaan serune yang merupakan satu-satunya alat musik tiup yang memiliki notasi yang paling sering digunakan, hanya berfungsi untuk memberi nuansa melodis, namun alunannya tetap mengikuti alur musik yang dibuat oleh genang sebagai pemimpin irama.

3. Ragam Ansambel Musik
Secara harfiah ansambel berarti kumpulan atau gabungan, dengan demikian ansambel musik berarti kumpulan alat musik. Di Indonesia terdapat beraneka ragam ansambel musik tradisi, seperti Ansambel Gordang Sambilan yang merupakan Musik Adat masyarakat Mandailing, Tapanuli Selatan, Ansambel Angklung Bungko dari Cirebon, dll. Di Kabupaten Sumbawa, dari hasil pendataan, ditemukan beberapa ansambel baru selain ansambel yang sudah ada, antara lain :
a. Ansambel Musik Gong Genang
Ansambel Musik Gong Genang adalah sekelompok alat musik tradisional Sumbawa yang dimainkan secara bersamaan dalam beberapa komposisi musik. Ansambel ini dapat juga dikatakan sebagai musik orkestranya Sumbawa. Ansambel Musik Gong Genang digunakan untuk mengiringi Tari Daerah Sumbawa, gentao, ngumang, beberapa upacara adat, dsb. Pada awalnya, ansambel ini hanya terdiri dari  genang, serune dan gong, namun pada perkembangan berikutnya, mendapat penambahan alat musik lainnya, yaitu palompong, santong srek, dll. Motor penggerak ansambel ini adalah genang yang berfungsi sebagai pembawa rhytme atau irama melalui temung (jenis pukulan) genang.
b. Ansambel Musik Ketong Kasalung
Ansambel Musik Ketong Kasalung merupakan sebuah ansambel yang seluruh alat musiknya terbuat dari bambu, dan digunakan untuk mengiringi sebuah tembang yang dibuat secara khusus dengan warna yang berbeda dengan tembang-tembang yang ada. Ansambel ini merupakan hasil eksperimentasi dari seniman Sumbawa yang berasal dari Kecamatan Lunyuk, yaitu Ace Let Luar dan kawan-kawannya. Nama-nama alat yang terdapat dalam ansambel ini adalah Ketong Salung, Ketong Ngentong, Ketong Kosok, Serune Pincuk Segantang, Genang Petung, Rebab Ketong, Sekapak, Serune Ode.
 c. Ansambel Musik Kolaborasi dan Kontemporer
Selain dari tiga ansambel diatas, juga terdapat satu lagi jenis ansambel di Sumbawa, yaitu Ansambel Musik Kolaborasi dan Kontemporer. Ansambel ini merupakan gabungan dari alat musik tradisional dengan tradisional, dan tradisional dengan modern. Ansambel ini sudah beberapa kali dipentaskan, dan merupakan ajang uji coba bagi para pemusik Sumbawa.

4. Main Jaran
Dalam kebudayaan Sumbawa memiliki suatu permainan yang dianggap sebagai warisan nenek moyang mereka. Permainan tersebut adalah main jaran “pacuan kuda”. Main Jaran merupakan suatu permainan keahlian memacu kuda oleh seorang joki. Permainan ini sangat digemari oleh masyarakat setempat bahkan masyarakat dari luar pulau Sumbawa sengaja datang untuk menyaksikan kegiatan permainan tersebut.

5. Berapan Kebo
Di Kabupaten Sumbawa Barat, terdapat budaya balapan hewan, yaitu Barapan Kebo, yang artinya adalah Balapan Kerbau. Barapan Kebo dilombakan di dalam sawah yang berair karena disesuaikan dengan habitat kerbau yang memang suka dengan kubangan air. Menurut Bupati Sumbawa Barat, DR. KH. Dzulkifli Muhadli, MM., Barapan Kebo merupakan tradisi masyarakat Sumbawa sebelum masa tanam, sesudah masa panen. Barapan Kebo dilakukan selain sebagai rasa syukur atas hasil panen, juga untuk menggemburkan tanah yang akan ditanam. Di samping itu, Barapan Kebo adalah sebuah kegembiraan dan kebersamaan.

Makanan khas sumbawa

1. Singang
Pulau Sumbawa, utamanya Kabupaten Sumbawa, selain dikenal daerah yang kaya bahan tambang dan sentra peternakan, ternyata juga memiliki khazanah kuliner yang sangat menggugah selera. Salah satu khazanah kuliner itu adalah Singang. Singang, begitulah masyarakat di Sumbawa menamai masakan tradisional berbahan ikan segar ini. Ikan segar yang dibumbui dengan berbagai macam rempah tersebut selintas mirip dengan gulai ikan karena kuahnya.
Dari tampilannya saja, kuah Singang sudah cukup menggugah selera. Warna kuah yang kekuningan dipadu dengan warna hijau daun kemangi dan warna merah cabe rawit, menjadikan menu masakan ini terlihat segar. Sementara rasa kuah Singang yang didalamnya ada asam Jawanya, terasa agak asam, tapi sangat lezat.
Untuk bisa menikmati menu masakan ini di Sumbawa tidak terlalu sulit, karena cukup banyak warung makan di sumbawa yang menyediakan menu yang satu ini. Salah satu warung yang sudah lama menyajikan masakan khas ini berada di dekat monumen arah kota Sumbawa. Singang, menurut pengelola warung makan di Sumbawa, berbahan ikan segar. Ikan yang dipilih boleh apa saja. Namun, mereka menganjurkan menggunakan ikan bandeng atau  kakap.


2. Sepat
Provinsi Nusa Tenggara Barat, terutama Pulau Lombok biasanya hanya terkenal dengan ayam Taliwang. Namun di Pulau Sumbawa tepatnya di Kabupaten Sumbawa, juga menyimpan kuliner khas lain yakni ikan kuah sepat khas Sumbawa. Ikan celup kuah sepat adalah ikan bakar yang disajikan dengan nasi putih, sambal tomat dan irisan mentimun. Ikan yang dipilih biasanya adalah jenis kakap dan baronang serta berukuran sedang.
Kuah sepat terbuat dari terong, mangga muda, daun aru dan ketimun belimbing wuluh, tomat, kemiri dan asam Sumbawa. Bahan ditaruh di dalam mangkuk kemudian dituangi air. Kuah sepat disajikan tanpa dimasak lebih dahulu. Ini menjadikan kuah ini terasa asam segar. Rasanya seperti acar. Bedanya, asam kuah ini alami dari bahannya, bukan karena cuka.
Masakan yang menggunakan kuah sepat bisa disebut ikan celup kuah sepat karena cara memakannya. Daging ikan disuwir, dicelupkan ke kuah sepat lalu dicocolkan di sambal tomat, baru dimakan. Saat menyentuh lidah, rasanya lengkap. Ada rasa manis dari ikan bakar, asam kuah sepat serta pedas dari sambal tomat. Semua papila lidah mencecap masakan. Kita akan berpikir, masakan ini lezat.Ikan kuah sepat paling pas disantap saat makan siang. Nasi putih pulen berpadu dengan citarasa masakan ikan memberi kenikmatan dan pasokan energi setelah tenaga dikuras. Masakan yang satu ini terbuat dari ikan yang diiris medium size dan dibakar. Lalu dihidangkan dengan kuah dengan bumbu-bumbu yang begitu lezat. Ibu- ibu yang ngidam selalu pengennya sepat, makanan ini populer di Sumbawa. Memang inilah salah satu resep masakan khas daerah Sumbawa.


3. Gecok
 Gecok merupakan salah satu masakan khas Sumbawa yang berbahan utama daging dan jeroan sapi.
dihidangkan dengan cara seperti ditumis dan dibalut dengan parutan kelapa berbumbu.
kesan garing, renyah, dan gurih menyelimuti makanan khas Sumbawa ini.


4.Plecing Kangkung dan Beberuk
Lebih familiar dengan ayam taliwang? Nah, biasanya di resto-resto ayam taliwang ada menu plecing kangkung dan beberuk. Karena sesungguhnya mereka satu kesatuan. Selain di Sumbawa, plecing kangkung juga bisa dengan mudah ditemukan di Lombok.
Jadi sebenarnya plecing kangkung itu makanan khas Sumbawa atau Lombok? Mana aja boleee...Secara Sumbawa itu kabupaten & Lombok (Mataram) adalah ibukota provinsi. Satu kesatuan tapi beda pulau.
Bikin plecing kangkung ini sebenarnya gampang, cuma modal kangkung, kecambah dan sambal. Tapi sebenarnya kuncinya itu di sambal. Salah bikin sambal, buyar sudah itu plecing. Bahan untuk bikin sambal juga sebenarnya gampang, hanya bermodalkan bawang putih & merah, tomat segar, cabe rawit, terasi bakar & jeruk sambal. Biasanya ada kacang goreng yang ditambahkan diatasnya atau dicampur tapi coba ulek kasar kacang bareng sambal, rasanya akan sedikit berbeda.
Ada juga yang ditambahkan kelapa yang sebelumnya udah dibumbuin (seperti urap), ini juga tergantung selera. Nah kalo di Sumbawa, urap itu disebut; pelu’
    Kalau beberuk sebenarnya juga tidak jauh berbeda dengan plecing kangkung. Bedanya tidak menggunakan kangkung & kecambah tapi pakai terong ijo/ungu yang kecil & bulat mentah. Dipotong kecil-kecil terus dicampur sambal, jadi deh. Tapi kalo di rumah biasanya terong diganti dengan kacang panjang mentah. Dipotong-potong kecil, campur sambal mentah.


5. Pecel Aru
Aru itu sebenarnya nama daun dan saya taunya hanya ada di Sumbawa. Bahan-bahannya: daun aru mentah, kecambah (direndam air panas sebentar), kelapa parut (dibakar dulu), bawang merah bakar, kemiri bakar, cabe (kalo suka). bawang merah, kemiri, cabe diulek kasar kemudian dicampur dengan kelapa. Terus campur kelapa yang sudah dibumbuin tadi dengan daun aru dan kecambah, jadi deh. Biasanya -lagi- kalau dirumah, pecel aru ditambahkan dengan ikan bakar suwir dan tanpa cabe.




Sumber :

No comments:

Post a Comment